Kamis, 28 Juni 2012 18:10 WIB
BANDUNG,
TRIBUN - Pengamat, produser dan artis pop Sunda mengakui sekarang ini
bisnis lagu pop Sunda mengalami kemunduran. Hal itu terungkap dalam
diskusi Perkembangan Bisnis Musik Pop Sunda di Kantor Redaksi Galura,
Jalan Belakang Factory 2A, Banceuy Permai, Bandung, Kamis (28/6).
"Jaya-jayanya musik pop Sunda itu sekitar tahun 90-an. Saat itu produsernya saja ada sampai 10-an. Tapi sekarang, hanya tinggal saya sendiri," tutur H Dose Hudaya, pencipta dan produser rekaman dengan bendera DH Production yang menjadi salah seorang pembicara pada diskusai itu.
Menurutnya eksistensi produser lain makin menghilang satu persatu terutama setelah munculnya masa krisis bisnis musik pop sejak tahun lalu. Bahkan krisis ini juga dirasakan oleh lagu pop Indonesia.
"Untuk lagu pop Sunda menurut saya masih lebih baik dibanding pop Indonesia. Karena pop Indonesia itu penjualannya hanya mencapai 2 sampai 3 ribu keping, sedangkan pop Sunda masih di atasnya," jelas Dose yang belum lama ini mengeluarkan rekaman Tembang Bentang-bentang.
Krisis tersebut diakui Dose muncul karena berbagai faktor. Mulai dari faktor idealisme yang dimiliki setiap produser, kondisi pasar yang semakin modern yang di dalamnya muncul pula para pembajak dan makin beragamnya musik-musik luar yang bisa dikonsumsi masyarakat.
Pengamat musik pop Sunda, Indra Ridwan yang sekarang ini sedang menggarap disertasi tentang musik pop Sunda di University of Pittsburgh
Amerika, mengatakan untuk mengukur kesuksesan bisnis musik pop Sunda itu jangan membandingkan dengan album Kalangkang dengan artis Nining Meida yang mencapai 3 juta keping lebih penjualannya. Karena untuk album ini jelas memiliki faktor lain yang menurutnya belum banyak digali tentang latar belakang kesuksesannya.
"Tapi menurut saya pada lagu Kalangkang itu memang ada kesatuan yang utuh antara penyanyi dan lagunya yang karya pak Nano S itu. Sedangkan jika melihat lagu pop Sunda ini sejak muncul hinggga sekarang menurut saya masih tetap, tidak pernah kehilangan penggemar," katanya.
Sementara artis pop Sunda, Rika Rafika mengatakan sekarang ini banyak artis dan seniman pop Sunda yang merasakan sulit berkembang karena banyak produser yang kesulitan finansial. Semakin sedikitnya produser rekaman, menjadikan para artis dan seniman kurang mendapat tempat untuk mengsplorasi kreatifitasnya. (*)
"Jaya-jayanya musik pop Sunda itu sekitar tahun 90-an. Saat itu produsernya saja ada sampai 10-an. Tapi sekarang, hanya tinggal saya sendiri," tutur H Dose Hudaya, pencipta dan produser rekaman dengan bendera DH Production yang menjadi salah seorang pembicara pada diskusai itu.
Menurutnya eksistensi produser lain makin menghilang satu persatu terutama setelah munculnya masa krisis bisnis musik pop sejak tahun lalu. Bahkan krisis ini juga dirasakan oleh lagu pop Indonesia.
"Untuk lagu pop Sunda menurut saya masih lebih baik dibanding pop Indonesia. Karena pop Indonesia itu penjualannya hanya mencapai 2 sampai 3 ribu keping, sedangkan pop Sunda masih di atasnya," jelas Dose yang belum lama ini mengeluarkan rekaman Tembang Bentang-bentang.
Krisis tersebut diakui Dose muncul karena berbagai faktor. Mulai dari faktor idealisme yang dimiliki setiap produser, kondisi pasar yang semakin modern yang di dalamnya muncul pula para pembajak dan makin beragamnya musik-musik luar yang bisa dikonsumsi masyarakat.
Pengamat musik pop Sunda, Indra Ridwan yang sekarang ini sedang menggarap disertasi tentang musik pop Sunda di University of Pittsburgh
Amerika, mengatakan untuk mengukur kesuksesan bisnis musik pop Sunda itu jangan membandingkan dengan album Kalangkang dengan artis Nining Meida yang mencapai 3 juta keping lebih penjualannya. Karena untuk album ini jelas memiliki faktor lain yang menurutnya belum banyak digali tentang latar belakang kesuksesannya.
"Tapi menurut saya pada lagu Kalangkang itu memang ada kesatuan yang utuh antara penyanyi dan lagunya yang karya pak Nano S itu. Sedangkan jika melihat lagu pop Sunda ini sejak muncul hinggga sekarang menurut saya masih tetap, tidak pernah kehilangan penggemar," katanya.
Sementara artis pop Sunda, Rika Rafika mengatakan sekarang ini banyak artis dan seniman pop Sunda yang merasakan sulit berkembang karena banyak produser yang kesulitan finansial. Semakin sedikitnya produser rekaman, menjadikan para artis dan seniman kurang mendapat tempat untuk mengsplorasi kreatifitasnya. (*)
Penulis : ddh
Editor : dar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar